Senin, 10 Mei 2010

Dalam Senyummu.....


Dalam setiap senyummu ada kelembutan
Dalam setiap nafasmu, ada kesejukan
Dalam belaimu ada kehangatan, dan
dalam candamu ada kedamian...

Tapi apakah semua itu akan hilang..
hilang bersama impian yang akan kau raih..
hilang ditelan rimba pencarianmu
hilang didalam kedipan matamu...

Sahabatku..., aku tak mau engkau berubah
aku tak mau engkau pergi
aku tak mau engkau hilang dibelantara rimbamu
dan aku tak ingin engkau lari dariku....
Aku sadar engkau adalah sahabatku....

Hanya waktu yang bisa menjawab semua itu
hanya waktu yang mampu membuat engkau kembali
dan hanya waktu yang dapat menemukan dirimu...
Hanya waktu dan waktu yang dapat membuat
kita bersama kembali...

Sadar atau tidak engkau pasti kembali
engkau pasti kembali....
kembali kepadaku...
sebagai sahabatmu...
sebagai sahabat terbaikmu....
Sahabatku dengarlah puisi ini....

9 Alasan orang selingkuh...



Membahas tentang perselingkuhan memang tak ada habisnya. Hal ini dikarenakan begitu banyak pasangan yang mengalaminya, baik yang merasa terpaksa untuk melakukannya, atau memang melakukannya dengan tujuan tertentu. Ada pria yang begitu "rapi" menyembunyikan perselingkuhannya, hingga sang istri baru mengetahuinya bertahun-tahun kemudian, bahkan ketika perselingkuhan itu telah menghasilkan anak. Ada pria yang pada dasarnya memang tidak dapat hidup dengan satu wanita saja sehingga ia akan terus-menerus selingkuh selagi ada kesempatan.

Di bawah ini adalah 9 alasan mengapa pria atau wanita berselingkuh. Apa pun alasan tersebut, tentu tidak bisa dijadikan pembenaran atas perbuatan yang kita lakukan. Dari alasan-alasan ini, semoga Anda justru menjadi waspada, dan berintrospeksi, karena mungkin saja selingkuh terjadi karena kesalahan kita juga.

1. Bosan
Inilah alasan yang paling umum terjadi. Anda, atau Si Dia, mungkin memang saling mencintai. Namun ketika hubungan menjadi rutin, dan tidak ada lagi sesuatu yang ingin Anda ketahui darinya, Anda mulai merindukan percikan-percikan kecil yang Anda rasakan saat mulai berhubungan dengan seseorang. Dan ketika Anda bertemu dengan seseorang yang mampu memberikan perasaan tersebut untuk Anda, terjadilah perselingkuhan tersebut.

2. Ketergantungan
Pada awalnya, selingkuh seolah memperlihatkan kebebasan. Hal itu dapat diterjemahkan sebagai melakukan apa yang Anda atau Si Dia mau. Namun, selingkuh sebenarnya justru menunjukkan ketergantungan. Seorang peselingkuh merasa tergantung karena mereka tidak cukup berani untuk memutuskan hubungan dengan pasangannya untuk memilih bersama orang baru ini.

3. Bimbang
Kadang-kadang hidup atau situasi tertentu bisa membuat Anda bingung. Pada saat itulah Anda bisa membuat kesalahan.

4. Karena Anda membiarkannya
Anda mungkin tahu ia berselingkuh, tetapi bersikap seolah tidak tahu karena tidak ingin bertengkar dengannya. Kemudian, Anda selalu memaafkan saat ia mengaku telah berselingkuh. Jika hal ini terjadi berulangkali, Si Dia justru akan kehilangan respek untuk Anda, dan akan meneruskan kebiasaannya itu. Ia tahu Anda akan selalu menerimanya.

5. Mencari ketenangan
Jika Si Dia memperlakukan Anda dengan buruk, sebenarnya Anda mungkin ingin menjauhkan diri darinya. Namun, kadangkala tidak mudah melakukannya, terutama jika Anda telah memiliki anak. Jika Anda merasa terjebak dalam hubungan yang buruk, wajar jika Anda ingin berlari ke dalam rengkuhan seseorang yang mampu memperlakukan Anda dengan lebih baik.

6. Balas dendam
Ini alasan yang sederhana, tetapi bodoh. Karena ia selingkuh, Anda pun selingkuh, supaya ia tahu bagaimana rasanya jika pasangannya menjalin hubungan dengan pria lain. Cara itu juga Anda lakukan untuk mendapatkannya kembali.

7. Butuh pengakuan kembali
Ketika Anda sudah menjalani hubungan begitu lama, pasangan mungkin sudah menganggap Anda tidak istimewa. Saat itu Anda ingin tahu apakah Anda masih cukup menarik untuk memikat perhatian orang lain. Anda juga merasa lebih menarik saat masih lajang, dan bila Anda punya affair, itu artinya masih ada orang yang tertarik pada Anda.

8. Sensasional
Beberapa orang hanya menikmati sensasinya: menelepon diam-diam, berjanji untuk bertemu di suatu tempat, dan merasa deg-degan karena takut ketahuan, dan lega ketika kembali ke rumah ternyata Anda tak menaruh curiga sedikit pun. Ini membuatnya ingin melakukannya lagi.

9. Tidak menganggapnya sebagai selingkuh
Banyak yang menemui seseorang yang baru karena menganggap adalah haknya untuk bertemu orang lain, tak peduli orang tersebut telah memiliki pasangan atau tidak. Awalnya pun hanya berharap bisa berteman dengan lebih akrab, tetapi berlanjut ke tahap yang lain.

Sumber : Kompas.com 3 April 2009

Mengapa Pria suka selingkuh...

Apa yang membuat pria melupakan janjinya dan membagi hatinya? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, M Gary Neuman melakukan survei pada 200 suami yang selingkuh dan suami yang setia. Hasil survei tersebut ia tuangkan ke dalam buku The Truth About Cheating.

48 persen karena kecewa

Pria dan seks adalah dua hal yang sulit dipisahkan, tak heran bila banyak yang mengira seks adalah alasan utama pria selingkuh. Nyatanya, hanya 8 persen pria yang menjawab ketidakpuasan seksual sebagai alasan mereka tidak setia.

Mayoritas responden yang disurvei Neuman mengaku mereka merasa secara emosi kecewa pada pasangan. Rasa marah yang dipendam atau kerap saling menyalahkan satu sama lain akan menyebabkan rasa stres dan kecewa. Sayangnya, pria kurang mahir mengungkapkan perasaannya sehingga istri seringkali tak sadar suaminya sedang butuh perhatian.

Mencurahkan perhatian pada pekerjaan atau menjalin hubungan dengan orang lain sering dipilih oleh pria untuk mengalihkan perasaan kecewanya.

66 persen merasa bersalah

Semua pria yang tidak setia adalah pria hidung belang? Faktanya, 68 persen responden mengaku mereka tak pernah punya niat untuk tidak setia. Dan mayoritas responden berharap mereka tak pernah memulainya.

Tapi, pria adalah mahluk yang pandai mengatur perasaannya. "Mereka bisa menahan emosi dan mengaturnya," kata Neuman. Jadi, bila pasangan Anda bersumpah akan setia, jangan percaya 100 persen, ujar Neuman.

77 persen punya teman yang juga selingkuh

Berteman dengan seseorang yang selingkuh akan membuat perselingkuhan terlihat sebagai hal yang wajar.

40 persen selingkuh dengan teman kerja

Sekitar 40 persen responden mengaku mereka jatuh hati dengan kolega wanita di kantor atau klien. "Pria mudah terpikat pada wanita yang penuh perhatian dan bisa dijadikan tempat curhat," kata Neuman. Terlebih bila hubungan dan komunikasi dengan istri sedang renggang.

Hanya 12 persen yang selingkuh dengan wanita cantik

Dengan kata lain, sikap tidak setia seorang pria pertama-tama bukan karena penampilan fisik. "Pada banyak kasus, alasan pria selingkuh adalah untuk memenuhi kebutuhan emosionalnya," kata Neuman. Bila mereka sudah merasa "klik" dan nyaman dengan seorang wanita, seks dengan mudah akan mengikuti.

Sumber : Kompas.com, 11 Juli 2009

8 Alasan Kenapa Pasangan selingkuh.


Berdasarkan data, ternyata 26-30 persen kasus perselingkuhan disebabkan kehidupan seksual yang tidak memuaskan.

Demikian diungkap ginekolog dan konsultan seks Boyke Dian Nugraha pada seminar bertema "Love, Sex and Harmony" di Jakarta, Kamis (19/3).

Kehidupan seksual yang tidak memuaskan bisa ditandai dengan pernyataan, "Aduh dok, istri saya itu solo. Datang-datang langsung buka baju, kayak kambing guling aja," kata Boyke.

Kata Boyke, perlu bagi pasangan untuk tahu teknik-teknik berhubungan seks sehingga tidak langsung 'tancap gas'.

Bila hal ini menjadi kebiasaan, akan menjadi bumerang bagi pasangan sendiri. Perselingkuhan pun bisa jadi solusi untuk itu. Sekurangnya ada 8 alasan kenapa pasangan Anda selingkuh:

1. Pelarian emosional dari pasangannya.

2. Rasa ingin tahu tentang seperti apa seks dengan orang lain yang bukan pasangannya. Semuanya itu bermula dari rasa penasaran akan apa yang ada di balik itu (maksudnya di balik celana dalam pria). "Bagaimana sih rasanya bercinta dengan pria kulit hitam karena suaminya berkulit putih," Boyke mencontohkan.

3. Kemarahan atau permusuhan yang terpendam dengan pasangannya.

4. Keinginan untuk merasakan lebih banyak seks atau jenis seks yang berbeda dari yang didapat dari pasangannya.

5. Dorongan ego.

6. Ketidakmampuan membentuk komitmen yang dalam.

7. Menghindar dari masalah perkawinan atau pribadi.

8. Untuk menghilangkan rasa sakit akibat kehilangan, sebagai contohnya, kematian orang yang dicintai atau anak yang pergi sekolah ke tempat lain.

Ketika pasangan menyadari adanya persoalan di atas, sebaiknya menyadari secepatnya. Lalu apakah berani pasangan membuka diri dan menjalin komunikasi yang sehat untuk mengemukakan persoalan secara terbuka. Jika tidak, maka pintu gerbang perselingkuhan, yang adalah hubungan seksual di luar pernikahan resmi, akan terbuka lebar.

Sumber : Kompas, 19 Maret 2010


Rabu, 05 Mei 2010

Mengapa Pria suka melihat situs porno


Bukan rahasia lagi kalau banyak pria suka menyaksikan materi pornografi. Menurut survei Tracking Survei tahun 2004 oleh the Pew Internet & American Life Project, 26 persen pria pengguna internet sering mengakses situs khusus pria dewasa. Bandingkan dengan wanita, hanya tiga persen yang punya kebiasaan serupa.

Hobi seorang pria pada materi pornografi ini sering kali menimbulkan reaksi khawatir dari pasangannya.

"Biasanya para wanita merasa tertekan oleh hobi pasangannya karena mereka merasa tak seseksi bintang porno," kata Lonnie Barbach, PhD, terapis seks dari San Francisco, Amerika Serikat.

Pertanyaan besarnya adalah, mengapa para pria suka melihat gambar atau video orang telanjang? Pertanyaan ini mungkin agak sulit dijawab. Para ahli mengatakan, bagaimana gairah yang timbul setelah melihat materi pornografi berkaitan dengan banyak bagian di otak.

Salah satu teori menyebutkan, saraf mirror berperan penting dalam timbulnya gairah pada pria. Sel otak ini akan bereaksi tidak hanya saat sebuah tindakan dilakukan, tetapi juga saat kita hanya mengamati. Itu sebabnya, memandangi gambar porno bisa menimbulkan gairah seperti halnya jika ada obyek sungguhan di depan mata.

Teori lain mengatakan, secara alamiah otak pria sangat mudah terangsang sehingga pria siap melakukan hubungan seks setiap saat. Karena itu, saat melihat materi pornografi, saraf mirror di otak akan menangkapnya sebagai hal yang nyata.

Para ahli juga menyatakan bahwa pornografi bisa menimbulkan efek kecanduan yang prosesnya sama dengan kecanduan kokain dan zat adiktif lainnya. Kecanduan mengakibatkan otak bagian tengah depan mengecil.

Penyusutan sel otak yang memproduksi dopamine, zat kimia pemicu rasa senang, itu mengacaukan neurotransmitter atau pengirim pesan.

Sumber : Kompas.com

Kala stress selera pria lebih Nakal


Kondisi psikologis pria dapat memengaruhi minat dan selera seksual mereka. Riset menunjukkan, selera pria terhadap lawan jenis menjadi lebih bervariasi ketika dalam kondisi tertekan.

Seorang pria biasanya cenderung tertarik pada pasangan yang memiliki kemiripan wajah dengan dirinya. Tetapi hasil penelitian tentang preferensi seksual menunjukkan, pilihan pria bisa berubah akibat mengalami stres. Kala tertekan, mereka menjadi lebih terbuka pada lebih banyak variasi wanita.

Dalam kondisi rileks, pria tak jatuh hati pada pasangan yang wajahnya tak mirip dengan mereka. Para pria menilai wanita ini 14 persen kurang menarik dibandingkan yang punya kemiripan wajah dengan mereka. Namun, pada kelompok pria stres, pasangan yang wajahnya tidak mirip dengan mereka dinilai 9 persen lebih menarik.

Johanna Lass-Hennemann dari Universitas Trier Jerman yang memimpin riset ini mengatakan, temuan ini sejalan dengan hasil riset sebelumya bahwa binatang kehilangan ketertarikan seksual yang normal ketika dalam kondisi stres.

"Pria cenderung mendekati pasangan yang berbeda dan menilai ini lebih menyenangkan ketika mereka dalam kondisi stres akut. Tapi kami tidak yakin bagaimana ini dapat tecermin dalam keputusan memilih pasangan yang sebenarnya," ungkap Lass-Hennemann.

Para ahli menduga, ketertarikan memilih pasangan yang memiliki kemiripan wajah berkaitan dengan kecenderungan manusia menaruh kepercayaan lebih besar pada wajah yang familiar. Faktor ini pula yang memegang peran penting dalam menjalin hubungan jangka panjang. Akan tetapi, dalam kondisi stres, pengaruh kemiripan wajah ini tampaknya memudar.

Lass-Hennemann berspekulasi, stres mungkin meningkatkan kecenderungan pria menikahi atau bereproduksi dengan wanita yang memiliki perbedaan secara genetis. Manfaatnya adalah anak yang lahir dari hubungan ini mungkin dapat lebih tahan dan mampu mengatasi lingkungan yang penuh tekanan.

"Kami pikir bahwa lingkungan yang penuh dengan stres kronis seharusnya dapat meningkatkan perkawinan silang (outbreed). Sebab, perkawinan sedarah mungkin akan melahirkan keturunan yang tidak cukup beragam secara genetis," ujarnya.

Dalam riset yang dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the Royal Society B ini, peneliti melibatkan 50 mahasiswa heteroseksual sehat yang dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama diminta mencelupkan tangannya dalam seember air dingin selama tiga menit sebelum menjalani tes. Sedangkan kelompok kedua diminta melakukan hal yang sama, tetapi dengan air yang bersuhu normal sesuai temperatur tubuh.

Peneliti juga melakukan pengukuran rata-rata detak jantung dan kadar hormon stres kortisol untuk memastikan bahwa pria pada kelompok pertama dalam kondisi yang lebih stres sebelum tes dilakukan.

Dalam tesnya sendiri, kepada para pria diperlihatkan serangkaian gambar lewat layar komputer. Beberapa di antaranya adalah gambar benda rumah tangga dan wanita telanjang. Sejumlah gambar wanita tersebut direkayasa secara digital untuk menyerupai wajah pria yang sedang diuji atau pria lain dalam kelompok penelitian.

Selama tes, sesekali diperdengarkan bunyi suara berisik untuk mengejutkan para pria dan mencatat reaksi mereka. Riset sebelumnya mengindikasikan, seseorang tidak merasakan terkejut ketika menemukan sesuatu yang menarik. Para pria ini juga diminta merata-ratakan seberapa besar mereka tertarik dan merasa terangsang.

Pada kelompok kontrol, para pria lebih tertarik pada wanita yang memiliki kemiripan wajah dengan mereka, sedangkan pada kelompok stres secara konsisten memilih dan merata-ratakan wanita yang tidak dikenal sebagai sosok yang menarik. Reaksi pada saat terkejut menegaskan ketertarikan mereka.

Sumber : Kompas.com.

Stres membuat kita pelupa


Menjadi pelupa dapat menyebabkan kita mengalami stres, terutama kalau sampai membuat pekerjaan terhambat. Namun, jangan lupa bahwa kadang kita menjadi pelupa justru karena stres.

Seorang ibu berusia menjelang lansia, sangat cantik, hadir di sebuah ruang konsultasi psikologi. Meski berdandan sangat rapi dan serasi, ekspresi wajah dan gerak tubuhnya menunjukkan ketegangan yang luar biasa.

Masalah yang pertama dikemukakan adalah problem ingatan (memori) yang menurutnya sangat parah. Ia sangat sering lupa di mana meletakkan buku-buku yang biasa di pakai untuk mengajar, lupa meletakkan dompet yang baru saja dipegang, dan sebagainya.

Sepintas, masalah lupa itu sepertinya persoalan biasa yang juga dihadapi orang-orang lain ketika usia semakin lanjut. Pada ibu ini tampaknya ada persoalan lain yang tidak sederhana. Ketegangannya pada saat itu merupakan petunjuk bahwa ia mengalami stres berat.

Penampilan yang elegan dan tutur kata yang cukup runtut tidak dapat menutupi stresnya. Selain ekspresi wajah yang tegang dan gerak tubuh resah, gelombang suaranya tidak stabil, mengesankan ia memiliki problem pernapasan. Ia bertanya kepada psikolog itu, “Menurut Anda saya tampak stres atau tidak?”

Dimulai dengan pertanyaan psikolog mengenai kapan ia mulai mengalami problem memori, sang ibu menjelaskan bahwa ini terjadi sejak ia masih muda, yakni sebelum lulus sarjana. Waktu itu seorang teman karib mengomentari bahwa ia mengalami kemunduran, tidak secerdas dulu, dan ia sendiri membenarkan hal itu. Kita tahu bahwa kecerdasan adalah fungsi kognitif, termasuk memori.

Pengalaman Traumatik
Dengan pertanyaan lebih lanjut, “Apakah ada kejadian-kejadian penting yang berlangsung sebelumnya? si ibu menceritakan rangkaian peristiwa yang mulai mengubah hidupnya menjadi cukup suram. Ia yang sebelumnya sering menjadi bintang kelas (karena cantik dan cerdas), menjadi ketua di salah satu asrama mahasiswa, sibuk dalam berbagai kepanitiaan, sangat buta dalam hal seksualitas, kemudian harus menerima kenyataan ia hamil (karena pacar), harus keluar dari asrama, menunda kuliah, menikah, hidup dengan mertua yang galak, repot membesarkan bayi (di usia muda), mengalami trauma dalam hubungan seksual, persoalan ekonomi rumah tangga, dst.

Meski kemudian dapat berumah tangga mandiri (lepas dari mertua) dan keadaan ekonomi jauh lebih baik, bertambah anak, menikahkan anak, bahkan sampai dikaruniai cucu, sepanjang perjalanan itu persoalan demi persoalan masih saja terjadi.

Berawal dari kesulitan dalam hubungan seksual (yang dianggap tabu untuk dibicarakan), akhirnya berkembang menjadi jurang dalam hubungan dengan suami. Terjadi kehausan akan kasih sayang, sampai-sampai berkembang menjadi keadaan neurotis: sering mengalami kecemasan yang tidak beralasan dan kompulsi dalam merias diri. Ibu tersebut juga sering menderita sesak napas kronis, memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan rekan kerja, dan sederet persoalan lainnya.

Tidak sulit untuk memahami mengapa ibu yang dikenal cerdas dan ceria di masa muda ini akhirnya memiliki problem memori yang cukup parah. Hal ini juga terjadi pada sebagian orang yang telah mengalami stres berat, seperti halnya mereka yang mengalami stres pasca pengalaman traumatik (Post Traumatic Stress Disorder/PTSD).

Namun, hal ini tidak berarti bahwa setiap orang yang mengalami tekanan (stressor) selalu berisiko mengalami problem memori. Ada hal-hal lain yang ikut menentukan merosotnya daya ingat atau fungsi memori.

Faktor Usia
Dalam kasus ibu tadi, faktor usia tentu saja juga berpengaruh terhadap kemerosotan daya ingat. Wajar bila orang yang memasuki usia tengah baya mengalami kesulitan dalam memperhatikan, belajar, dan mengingat kembali.

Pada masa-masa itu sebagian besar orang mengalami proses degeneratif pada sel-sel saraf otak yang menjalankan tugas menerima–menyalurkan–menyimpan informasi atau pengetahuan. Komunikasi antarsel saraf (neuron) yang terjadi pada saat kita melakukan proses mengingat atau melakukan fungsi kognitif lain telah berkurang atau terganggu setelah seseorang memasuki usia lebih lanjut.

Mengenai pengaruh faktor usia, dapat dikatakan bahwa sel-sel saraf otak memang sebagian mengalami kerusakan setelah seseorang menjadi tua. Namun, perlu kita ketahui bahwa neuron-neuron baru juga tumbuh (proses neurogenesis) sepanjang hidup kita, meski tidak sebanyak pertumbuhan pada masa kanak-kanak dan remaja. Dengan demikian, kita dapat menemukan adanya orang-orang lanjut usia yang fungsi kognitifnya tetap efektif.

Gangguan Emosi dan Kognisi
Selain faktor usia yang memberikan kemungkinan penurunan fungsi memori, peristiwa-peristiwa hidup yang sangat menekan yang terus ditanggapi dengan emosi negatif merupakan pemicu terjadinya penurunan fungsi kognitif dalam kasus ibu di atas. Dalam keadaan stres berat dan depresi seseorang memang cenderung mengalami penurunan fungsi kognitif (tidak mampu memahami sesuatu dengan baik, berpikir dengan lancar, termasuk mengingat informasi dengan baik).

Bagaimana hal ini terjadi? Aaron P. Nelson dari Harvard Medical School yang aktif sebagai praktisi yang menangani masalah-masalah memori, menegaskan bahwa gangguan psikologis seperti depresi, PTSD, dan stres berat, dapat mengganggu tercapainya ingatan yang optimal. Meski demikian, bila masalah psikologis itu diatasi, fungsi ingatan akan pulih.

Depresi dapat menyebabkan kesulitan berkonsentrasi, berfokus pada detail, dan menyerap informasi baru. Gangguan tidur yang sering menyertai depresi jelas menyebabkan permasalahan kognitif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam jangka panjang depresi dapat menyebabkan hilangnya neuron pada hipokampus dan amigdala, yaitu bagian otak yang sangat penting bagi ingatan.

Sebuah penelitian yang diakses oleh Nelson menunjukkan bahwa wanita yang memiliki sejarah depresi yang terus-menerus memiliki hipokampus dan amigdala lebih kecil (terjadi penyusutan neuron-neuron) daripada wanita yang tidak depresi. Wanita itu memiliki performa buruk dalam tes ingatan verbal.

Dalam pengalaman praktik klinik Nelson, kombinasi psikoterapi dan pengobatan terhadap depresi serta gangguan tidurnya dapat mengatasi masalah tersebut dengan baik dan mengembalikan fungsi-fungsi kognitifnya secara menyeluruh. Hal ini dimungkinkan bila keadaan depresinya tidak berkembang menjadi penyakit alzheimer (penyakit lupa yang memiliki dasar neurologis) yang memerlukan penanganan lebih khusus.

Dalam kasus PTSD, ingatan terus-menerus akan peristiwa traumatik yang terjadi telah mengganggu proses akuisisi informasi baru dan mengingat informasi yang tidak ada kaitannya dengan trauma yang dialami. Yang menjadi persoalan adalah terjadinya stres serius yang terus-menerus ini mendorong diproduksinya hormon kortisol, yang pada akhirnya merusak struktur otak yang penting bagi ingatan, yaitu pada hipokampus dan sistem limbik.

Pada kasus stres umum yang mengakibatkan gangguan memori, dapat ditegaskan bahwa reaksi terhadap streslah yang merusak. Masing-masing dari kita menghadapi stres dengan cara berbeda. Ada orang yang bekerja dalam tekanan tinggi dalam jangka waktu lama, tetapi dapat tetap terjaga fungsi memorinya, sementara orang-orang lain dalam situasi tersebut telah kewalahan. Jadi yang menjadi persoalan adalah bagaimana respon kita terhadap stres, bukan pada sumber stres (stressor).

Dalam hal ini berlaku sama seperti yang telah dijelaskan, stres yang intensif memicu pelepasan hormon kortisol yang dapat mengganggu ingatan. Jadi yang penting adalah menemukan cara memodifikasi respon terhadap stres.

Sebagian orang dapat mengatasi stres dengan aktivitas fisik seperti berolahraga. Beberapa orang lain dapat mengatasi stres dengan melakukan rileksasi atau meditasi. Sebagian lainnya melakukan pengenalan terhadap batas stres yang tidak dapat ditoleransi, dan selanjutnya secara asertif (tegas tetapi sopan) menolak tugas-tugas yang tidak dapat ditanggungnya lagi.

Mengelola Fungsi Memori
Selain faktor usia dan stres, masih banyak faktor yang dapat menurunkan fungsi memori. Faktor-faktor itu antara lain genetik, hormon, penyakit-penyakit yang terkait dengan penuaan, gangguan neurologis (stroke, alzheimer, dsb), kanker, efek samping beberapa jenis obat, gangguan tidur, pola makan dan gizi, alkohol, kurang olahraga, kurang stimulasi intelektual, merokok, penggunaan obat terlarang.

Untuk mencegah penurunan daya ingat atau mempertahankan daya ingat yang kuat, Nelson memberikan saran berupa kebiasaan sehat yang dapat mengurangi risiko terjadinya penyakit yang dapat merusak ingatan dan menghindari penggunaan obat yang memiliki efek samping merusak ingatan. Selain itu juga beberapa strategi untuk memperkuat fungsi kognitif, termasuk memori.

Saran-saran ini cukup sederhana, mudah dilaksanakan dan tidak mahal, yaitu:

  • Olahraga teratur.
  • Pinggirkan rokok.
  • Tambahkan vitamin.
  • Ikut terlibat dengan orang lain.
  • Mengonsumsi makanan sehat.
  • Atur tidur malam yang nyenyak.
  • Latihan hal-hal baru.
  • Minum alkohol tidak berlebihan.
  • Eksistensi hidup yang bermakna.
  • Mengelola stres.
  • Organisasikan pikiran Anda. Organisasikan hidup Anda.
  • Rawat dan lindungi otak secara terus-menerus.
  • Ya, Anda bisa! Pertahankan sikap yang positif. @

    Sumber kompas.com
    M.M Nilam Widyarini M.Si
    Kandidat Doktor Psikologi