Kamis, 07 Januari 2010

Memahami Kemiskinan

Seorang janda membujuk dua anaknya yang sedang menangis kelaparan supaya tidur. ”Anakku, tidurlah, ibu sedang memasak makanan. Nanti kalau sudah siap, ibu bangunkan.” Ibu tersebut berulang kali mengucapkan kata-kata tersebut sambil mengusap-ngusap perut anaknya yang keroncongan.

Khalifah Umar yang sedang berkeliling melakukan inspeksi kebetulan lewat rumah tersebut dan mendengarkan jeritan kedua anak tersebut. Beliau mengetuk pintu dan menyamar sebagai rakyat biasa.

Ibu tersebut membukakan pintu setelah anaknya tidur. Sang khalifah bertanya mengapa kedua anak tersebut disuruh tidur, padahal mereka minta makan. Sang perempuan menjawab, ”Aku sama sekali tak bisa memberi mereka makan, dan yang sedang kumasak adalah sebongkah batu agar anak-anakku mengira akan punya makanan setelah bangun nanti. Ini semua salah Khalifah Umar yang tidak pernah peduli dengan nasib orang miskin seperti kami.”

Batin sang khalifah begitu tertekan mendengar ucapan wanita tersebut, dan membayangkan bagaimana pertanggungjawaban dia di hadapan Allah kelak. Tanpa berkata-kata, kemudian ia mengambil sekarung gandum dan daging dari rumahnya. Kemudian ia memasak makanan di rumah wanita tersebut. ”Sekarang, bangunkanlah anak-anakmu dan makanlah bersama mereka,” pinta sang khalifah. Kemudian perempuan tersebut berucap, ”Ya Allah, seandainya kami punya khalifah sebaik orang ini tentu tak akan ada orang yang kelaparan seperti kami.” Sang khalifah hanya tersenyum, dan kemudian pergi berpamitan. Si perempuan tidak pernah tahu bahwa pria baik hati tersebut adalah sang khalifah yang ia idamkan.

Duhai Suamiku

Kadangkala mungkin tergambar di benak fikiranmu, bahwa engkau telah salah ketika memilih diriku menjadi pasanganmu. Kadang kala ia mengganggu dalam pergaulan sehari-harimu denganku, terkadang ku takut perasaan cintamu berubah menjadi benci, limpahan kasih sayangmu menjelma menjadi kemarahan, dan ketenangan pun berubah menjadi ketegangan.
Suamiku…..

Di saat engkau masih sibuk dengan pekerjaan yang tak kunjung selesai, tak jarang aku kau abaikan. Waktu di rumah pun, kadang ku ikhlaskan demi masa depanmu. Bukankah engkau tahu aku pun butuh perhatian darimu. Terkadang ku cari perhatian itu, namun terlihat salah dipandanganmu. Kalaulah itu terlihat salah, semoga engkau bisa melihat kebaikanku yang lain. Bukankah Allah SWT yang mempertemukan dan menyatukan hati kita berpesan, “Dan pergaulilah mereka (isterimu) dengan baik. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” [QS: An Nisa' 19]. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang kita cintai pun berpesan, “Sempurnanya iman seseorang mukmin adalah mereka yang baik akhlaknya, dan yang terbaik (pergaulannya) dengan istri-istri mereka.” Jika engkau melihat kekurangan pada diriku, ingatlah kembali pesan beliau, Jangan membenci seorang mukmin (laki-laki) pada mukminat (perempuan) jika ia tidak suka suatu kelakuannya pasti ada juga kelakuan lainnya yang ia sukai. (HR. Muslim)

Sadarkah engkau bahwa tiada manusia di dunia ini yang sempurna segalanya? Bukankah engkau tahu bahwa hanyalah Alllah yang Maha Sempurna. Tidaklah sepatutnya bila kau hanya menghitung-hitung kekurangan pasangan hidupmu, sedangkan engkau sendiri tak pernah sekalipun menghitung kekurangan dan kesalahanmu. Janganlah engkau mencari-cari selalu kesalahanku, padahal aku telah taat kepadamu.

Saat diriku rela pergi bersama dirimu, kutinggalkan orangtua dan sanak saudaraku, ku ingin engkaulah yang mengisi kekosongan hatiku. Naungilah diriku dengan kasih sayang, dan senyuman darimu. Ku ingat pula saat aku ragu memilih siapa pendampingku, ketakwaan yang terlihat dalam keseharianmu-lah yang mempesona diriku. Bukankah sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, Ali bin Abi Tholib saat ditanya oleh seorang, “Sesungguhnya aku mempunyai seorang anak perempuan, dengan siapakah sepatutnya aku nikahkan dia?” Ali r.a. pun menjawab, “Kawinkanlah dia dengan lelaki yang bertakwa kepada Allah, sebab jika laki-laki itu mencintainya maka dia akan memuliakannya, dan jika ia tidak menyukainya maka dia tidak akan menzaliminya.” Ku harap engkaulah laki-laki itu, duhai suamiku.

Saat terjadi kesalahan yang tak sengaja ku lakukan, mungkin saat itu engkau mendambakan diriku sebagai istri tanpa kekurangan dan kelemahan, sadarlah, sesungguhnya egois telah menguasai dirimu. Perbaikilah kekurangan diriku dengan lemah lembut, janganlah kasar terhadapku. Bukankah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam telah mengajarkan kepada dirimu, saat Muawiah bin Ubaidah bertanya kepada beliau tentang tanggungjawab suami terhadap istri, beliaupun menjawab, “Dia memberinya makan ketika ia makan, dan memberinya pakaian ketika dia berpakaian.” Janganlah engkau keras terhadapku, karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pun tak pernah berbuat kasar terhadap istri-istrinya.
Duhai Suamiku…

Tahukah engkau anugerah yang akan engkau terima dari Allah di akhirat kelak? Tahukah engkau pula balasan yang akan dianugerahkan kepada suami-suami yang berlaku baik terhadap istri-istri mereka? Renungkanlah bahwa, “Mereka yang berlaku adil, kelak di hari kiamat akan bertahta di singgasana yang terbuat dari cahaya. Mereka adalah orang yang berlaku adil ketika menghukum, dan adil terhadap istri-istri mereka serta orang-orang yang menjadi tanggungjawabnya.” [HR Muslim]. Kudoakan bahwa engkaulah yang kelak salah satu yang menempati singgasana tersebut, dan aku adalah permaisuri di istanamu.

Jika engkau ada waktu ajarkanlah diriku dengan ilmu yang telah Allah berikan kepadamu. Apabila engkau sibuk, maka biarkan aku menuntut ilmu, namun tak akan kulupakan tanggungjawabku, sehingga kelak diriku dapat menjadi sekolah buat putra-putrimu. Bukankah seorang ibu adalah madrasah ilmu pertama buat putra-putrinya? Semoga engkau selalu mendampingiku dalam mendidik putra-putri kita dan bertakwa kepada Allah.
Wahai Allah,
Engkau-lah saksi ikatan hati ini…
Aku telah jatuh cinta kepada lelaki pasangan hidup ku,
jadikanlah cinta ku pada suamiku ini sebagai penambah kekuatan ku untuk mencintai-Mu.
Namun, kumohon pula, jagalah cintaku ini agar tidak melebihi cintaku kepada-Mu,
hingga aku tidak terjatuh pada jurang cinta yang semu,
jagalah hatiku padanya agar tidak berpaling pada hati-Mu. Jika ia rindu,
jadikanlah rindu syahid di jalan-Mu lebih ia rindukan daripada kerinduannya terhadapku,
jadikan pula kerinduan terhadapku tidak melupakan kerinduannya terhadap surga-Mu.
Bila cintaku padanya telah mengalahkan cintaku kepada-Mu,
ingatkanlah diriku, jangan Engkau biarkan aku tertatih kemudian tergapai-gapai merengkuh cinta-Mu.
Ya Allah,
Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini telah berhimpun dalam cinta pada-Mu,
telah berjumpa pada taat pada-Mu,
telah bersatu dalam dakwah pada-Mu,
telah berpadu dalam membela syariat-Mu.
Kokohkanlah ya Allah ikatannya. Kekalkanlah cintanya.
Tunjukilah jalan-jalannya. Penuhilah hati-hati ini dengan nur-Mu yang tiada pernah pudar.
Lapangkanlah dada-dada kami dengan limpahan keimanan kepada-Mu dan keindahan bertawakal di jalan-Mu.
Amin ya rabbal alamin.

Pembantu yang doanya selalu dikabulkan

Posted on by sigit setiawan

Basrah, Iraq. Sudah beberapa lama tak turun hujan. Hari itu belum beranjak siang. Terik matahari mulai terasa. Angin musim kemarau berhembus. Angin kering padang pasir menerpa wajah. Orang-orang mulai kesulitan mendapati air. Demikian juga binatang peliharaan yang kelihatan kurus-kurus.

Hari itu penduduk Basrah sepakat untuk mengadakan shalat Istisqa’. Untuk meminta hujan yang sudah sekian lama tertahan. Shalat itu akan dihadiri para ulama Basrah dan tokoh masyarakatnya. Yang langsung akan dipimpin oleh salah seorang ulama pilihan di antara mereka. Nampak di antara para ulama yang sudah hadir Ulama Besar Malik bin Dinar, Atho’ As-Sulaimi, Tsabit Al-Bunani, Yahya Al-Bakka, Muhammad bin Wasi’, Abu Muhammad As-Sikhtiyani, Habib Abu Muhammad Al-Farisi, Hasan bin Abi Sinan, Utbah bin Al-Ghulam, dan Sholeh Al-Murri.

Benar-benar sebuah sholat Istisqo’ yang istimewa. Dihadiri orang-orang terbaiknya. Tentunya dengan harapan agar Allah menurunkan kembali hujan yang ditahan karena dosa-dosa manusia.

Para penduduk nampak berduyun-duyun mendatangi lapangan yang telah ditentukan. Para ulama pun sudah mulai nampak di lapangan itu. Anak-anak kecil yang asyik belajar di tempat pengajian Al-Qur’an mereka, juga nampak berlarian menuju lapangan. Demikian juga para wanitanya. Besar, kecil, laki, perempuan, tua, muda, semuanya tidak ada yang ketinggalan untuk mengikuti sholat. Dengan hanya satu harapan, agar hujan kembali turun.

Sholat dimulai. Dua rokaat sudah. Selesai itu sang imam menyampaikan khutbah dan doa panjangnya. Mengakui segala kelemahan dan kesalahan manusia yang menyebabkan murka Allah. Dan mengharap kembali turunnya berkah hujan dari langit. Karena masih ada orang tua dan binatang yang tidak bersalah ikut menanggung akibat dosa sebagian orang. Doa terus dipanjatkan.

Waktu terus beranjak siang. Tidak ada tanda-tanda akan turun hujan. Mendung tak kunjung datang. Langit masih terlihat cerah. Matahari semakin terasa terik. Sholat Istisqa’ selesai. Semua penduduk pulang ke rumah masing-masing. Tinggallah para ulama yang masing-masing bertanya dalam hati mengapa hujan tak kunjung datang. Padahal telah berkumpul orang-orang baik dan pilihan di masyarakat Basrah.

Akhirnya diputuskan untuk menentukan hari lain. Mengulang sholat Istisqa’ berharap untuk kali ke dua ini, Allah mengabulkan doa mereka. Sholat kedua ditentukan. Suasana sholat ketika itu tidak jauh berbeda dengan sholat sebelumnya. Dan kali ini pun belum ada tanda-tanda dikabulkannya doa. Langit masih sangat cerah dengan terik matahari tengah hari. Tanda tanya di hati para ulamanya semakin besar.

Sholat ketiga pun segera menyusul. Semoga yang ketiga inilah yang didengar, begitu harapan mereka. Persis seperti yang pertama dan kedua, sholat yang ketiga pun mempunyai suasana yang sama. Dan ternyata hasilnya pun sama. Hujan masih tertahan entah karena apa. Tanda tanya di hati para ulama Basrah kian menggelayut di dalam hati mereka masing-masing. Tanpa jawaban. Seluruh penduduk dan ulamanya pulang ke rumah dan tidak tahu kapan musim kering itu berlalu.

Tersisa Malik bin Dinar dan Tsabit Al-Bunani di lapangan terlihat berbincang serius. Perbincangan itu dilanjutkan di masjid yang tidak jauh dari tempat itu. Hingga malam datang menjelang. Masjid sudah sepi, tidak ada lagi yang sholat. Karena sudah malam larut.

Tiba-tiba mereka berdua dikejutkan oleh seorang dengan kulit berwarna gelap, wajah yang sederhana, dengan betis tersingkap yang terlihat kecil, dengan perut buncit. Orang itu memakai sarung dari kulit domba, demikian juga kain yang dipakainya untuk atas badannya. “Aku memperkirakan semua yang dipakainya tidak melebihi dua dirham saja,” kata Malik bin Dinar. Yang menunjukkan bahwa orang itu hanyalah orang miskin yang tidak memiliki banyak harta.

Malik bin Dinar mengamati gerak-geriknya, ingin mengetahui apa yang akan dilakukan oleh orang hitam itu di larut malam seperti ini. Orang itu menuju tempat wudhu. Setelah selesai wudhu, seperti tanpa mempedulikan Malik dan Tsabit yang mengamatinya dari tadi, orang itu menuju mihrab imam kemudian sholat dua rokaat. Sholatnya tidak terlalu lama. Surat yang dibaca tidak terlalu panjang. Ruku’ dan sujudnya sama pendeknya dengan lama berdirinya.

Selesai sholat, orang itu menengadah tangannya ke langit sambil berdoa. Malik bin Dinar mendengar isi doa yang disampaikan dengan suara yang tidak terlalu tinggi tapi terdengar. “Tuhanku, betapa banyak hamba-hamba-Mu yang berkali-kali datang kepada-Mu memohon sesuatu yang sebenarnya tidak mengurangi sedikitpun kekuasaan-Mu. Apakah ini karena apa yang ada pada-Mu sudah habis? Ataukah perbendaharaan kekuasaan-Mu telah hilang? Tuhanku, aku bersumpah atas nama-Mu dengan kecintaan-Mu kepadaku agar Engkau berkenan memberi kami hujan secepatnya.”

Setelah mendengar itu Malik bin Dinar berkata, “Belum lagi dia menyelesaikan perkataannya, angin dingin pertanda mendung tebal menggelayut di langit. Kemudian tidak lama, hujan turun dengan begitu derasnya. Aku dan Tsabit mulai kedinginan.”

Malik dan Tsabit hanya bisa tercengang melihat orang hitam itu. Mereka berdua menunggu hingga orang itu selesai dari munajatnya. Begitu terlihat orang itu selesai, Malik menghampirinya dan berkata, “Wahai orang hitam tidakkah kamu malu terhadap kata-katamu dalam doa tadi?” Orang tdai bertanya, “Kata-kata yang mana?” “Kata-kata: dengan kecintaan-Mu kepadaku,” kata Malik. “Apa yang membuatmu yakin bahwa Allah mencintaimu?” sambung Malik. Orang itu menjawab, “Menyingkirlah dari urusan yang tidak kamu ketahui, wahai orang yang sibuk dengan dirinya sendiri! Dimanakah posisiku ketika aku dapat mengkhususkan diri kami untuk beribadah hanya kepada-Nya dan ma’rifat kepada-Nya. Mungkinkah aku dapat memulai hal itu jika tanpa cinta-Nya kepadaku sesuai dengan kadar yang dikehendaki dan cintaku kepada-Nya sesuai dengan kadar kecintaanku.”

Setelah berkata itu, dia pergi begitu saja dengan cepatnya. Malik memohon, “Sebentar, semoga Allah merahmatimu. Aku perlu sesuatu.” Orang itu menjawab, “Aku adalah seorang budak yang mempunyai kewajiban untuk mentaati perintah tuanku.”

Akhirnya Malik dan Tsabit sepakat untuk mengikuti dari jauh. Ternyata orang itu memasuki rumah seorang yang sangat kaya di Basrah yang bernama Nakhos. Malam sudah sangat larut. Malik dan Tsabit merasakan sisa malam begitu panjang, karena rasa penasarannya untuk segera mengetahui orang itu di pagi harinya.

Pagi yang dinanti akhirnya tiba. Malik yang memang mengenal nakhos itu segera menuju rumahnya untuk menanyakan budak hitam yang dijumpainya semalam. “Apakah engkau punya budak yang bisa engkau jual kepadaku untuk membantuku?” kata Malik bin Dinar beralasan untuk mengetahui budak hitam yang dijumpainya semalam. Nakhos berkata, “Ya, saya mempunyai seratus budak. Kesemuanya bisa dipilih.” Mulailah Nakhos mengeluarkan budak satu per satu untuk dilihat Malik. Sudah hampir semuanya dikeluarkan, ternyata Malik tidak melihat budak yang dilihatnya semalam. Sampai Nakhos menyatakan bahwa budaknya sudah dikeluarkan semua. “Apakah masih ada yang lain?” tanya Malik. “Masih tersisa satu lagi,” jawab Nakhos.

Saat itu waktu mendekati waktu dhuhur. Saat istirahat siang. Malik berjalan ke belakang rumah menuju suatu kamar yang sudah terlihat reot. Di dalam kamar itulah Malik melihat budak hitam yang dilihatnya semalam sedang tertidur lelap. “Nakhos, dia yang saya mau, ya demi Allah dia,” kata Malik semangat. Dengan penuh keheranan Nakhos berkata, “Wahai Abu Yahya, itu budak sial. Malamnya habis untuk menangis dan siangnya habis untuk sholat dan puasa.” “Justru untuk itulah aku mau membelinya,” kata Malik. Melihat kesungguhan Malik, Nakhos memanggil budak tadi.

Dengan wajah kuyu, dengan rasa kantuk yang masih terlihat berat budak itu keluar menemui majikannya. Nakhos berkata kepada Malik, “Ambillah terserah berapa pun harganya agar aku cepat terlepas darinya.”

Malik mengulurkan dua puluh dinar sebagai pembayaran atas harga budak itu. “Siapa namanya?” tanya Malik yang sampai detik itu masih belum mengetahui namanya. “Maimun.”

Malik menggandeng tangan budak itu untuk diajak ke rumahnya. Sambil berjalan, Maimun bertanya, “Tuanku, mengapa engkau membeliku padahal aku tidak cocok untuk membantu?”

Malik berkata, “Saudaraku tercinta, kami membelimu agar kami bisa membantumu.” “Kok bisa begitu?” tanya Maimun keheranan. “Bukankah kamu yang semalam berdoa di masjid itu? Tanya Malik. “Jadi kalian sudah tahu saya?” Maimun kembali bertanya. “Ya akulah yang memprotes doamu semalam,” kata Malik.

Budak itu meminta untuk diantar ke masjid. Setelah sampai ke pintu masjid, dia membersihkan kakinya dan masuk. Langsung sholat dua rokaat. Malik bin Dinar hanya bisa diam sambil mengamatinya dan ingin tahu apa yang ingin dilakukannya. Selesai sholat, orang itu mengangkat tangannya berdoa seperti yang dilakukannya kala malam itu. Kali ini dengan doa yang berbeda, “Tuhanku, rahasia antara aku dan Engkau telah Engkau buka di hadapan makhluk-makhluk-Mu. Engkau telah membeberkan semuanya. Maka bagaimana aku nyaman hidup di dunia ini sekarang. Karena kini telah ada yang ketiga yang menghalangi antara aku dan diri-Mu. Aku bersumpah, agar Engkau mencabut nyawaku sekarang juga.”

Tangan diturunkan, budak itu kemudian sujud. Malik mendekatinya. Menunggu dia bangun dari sujudnya. Tetapi lama dinanti tak juga bangun. Malik menggerakkan badan budak itu, dan ternyata budak itu sudah tidak bernyawa lagi.

Qurban Terbaik

Posted on by sigit setiawan

Kuhentikan mobil tepat di ujung kandang tempat berjualan hewan Qurban.
Saat pintu mobil kubuka, bau tak sedap memenuhi rongga hidungku,
dengan spontan aku menutupnya dengan saputangan.
Suasana di tempat itu sangat ramai, dari para penjual yang hanya bersarung
hingga ibu-ibu berkerudung Majelis Taklim, tidak terkecuali anak-anak
yang ikut menemani orang tuanya melihat hewan yang akan di-Qurban-kan pada Idul Adha nanti,
sebuah pembelajaran yang cukup baik bagi anak-anak sejak dini
tentang pengorbanan NabiAllah Ibrahim & Nabi Ismail.

Aku masuk dalam kerumunan orang-orang yang sedang bertransaksi
memilih hewan yang akan di sembelih saat Qurban nanti.
Mataku tertuju pada seekor kambing coklat bertanduk panjang,
ukuran badannya besar melebihi kambing-kambing di sekitarnya.
” Berapa harga kambing yang itu pak ?” ujarku menunjuk kambing coklat tersebut.
” Yang coklat itu yang terbesar pak. Kambing Mega Super dua juta rupiah tidak kurang” kata si pedagang berpromosi matanya berkeliling sambil tetap melayani calon pembeli lainnya.

” Tidak bisa turun pak?” kataku mencoba bernegosiasi.
” Tidak kurang tidak lebih, sekarang harga-harga serba mahal” si pedagang bertahan.
” Satu juta lima ratus ribu ya?” aku melakukan penawaran pertama
” Maaf pak, masih jauh.” ujarnya cuek.
Aku menimbang-nimbang, apakah akan terus melakukan penawaran terendah
berharap si pedagang berubah pendirian dengan menurunkan harganya.

” Oke pak bagaimana kalau satu juta tujuh ratus lima puluh ribu?” kataku
” Masih belum nutup pak ” ujarnya tetap cuek
” Yang sedang mahal kan harga minyak pak. Kenapa kambing ikut naik?”
ujarku berdalih mencoba melakukan penawaran termurah.
” Yah bapak, meskipun kambing gak minum minyak. Tapi dia gak bisa datang ke sini sendiri.
Tetap saja harus di angkut mobil pak, dan mobil bahan bakarnya bukan rumput”
kata si pedagang meledek.

Dalam hati aku berkata, alot juga pedagang satu ini. Tidak menawarkan harga selain
yang sudah di kemukakannya di awal tadi. Pandangan aku alihkan ke kambing lainnya
yang lebih kecil dari si coklat. Lumayan bila ada perbedaan harga lima ratus ribu.
Kebetulan dari tempat penjual kambing ini, aku berencana ke toko ban mobil.
Mengganti ban belakang yang sudah mulai terlihat halus tusirannya.
Kelebihan tersebut bisa untuk menambah budget ban yang harganya kini selangit.

” Kalau yang belang hitam putih itu berapa bang?” kataku kemudian
” Nah yang itu Super biasa. Satu juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah” katanya
Belum sempat aku menawar, di sebelahku berdiri seorang kakek menanyakan
harga kambing coklat Mega Super tadi.
Meskipun pakaian “korpri” yang ia kenakan lusuh, tetapi wajahnya masih terlihat segar.
” Gagah banget kambing itu. Berapa harganya mas?” katanya kagum
” Dua juta tidak kurang tidak lebih kek.” kata si pedagang setengah malas menjawab
setelah melihat penampilan si kakek.
” Weleh larang men regane (mahal benar harganya) ?” kata si kakek dalam bahasa Purwokertoan
” bisa di tawar-kan ya mas ?” lanjutnya mencoba negosiasi juga.
” Cari kambing yang lain aja kek. ” si pedagang terlihat semakin malas meladeni.
” Ora usah (tidak) mas. Aku arep sing apik lan gagah Qurban taun iki (Aku mau yang terbaik dan gagah untuk Qurban tahun ini)
Duit-e (uangnya) cukup kanggo (untuk) mbayar koq mas.” katanya tetap bersemangat seraya mengeluarkan bungkusan dari saku celananya. Bungkusan dari kain perca yang juga sudah lusuh itu di bukanya, enam belas lembar uang seratus ribuan dan sembilan lembar uang lima puluh ribuan dikeluarkan dari dalamnya.

” Iki (ini) dua juta rupiah mas. Weduse (kambingnya) dianter ke rumah ya mas?” lanjutnya mantap tetapi tetap bersahaja.Si pedagang kambing kaget, tidak terkecuali aku yang memperhatikannya sejak tadi.
Dengan wajah masih ragu tidak percaya si pedagang menerima uang yang disodorkan si kakek,
kemudian di hitungnya perlahan lembar demi lembar uang itu.” Kek, ini ada lebih lima puluh ribu rupiah” si pedagang mengeluarkan selembar lima puluh ribuan
” Ora ono ongkos kirime tho…?” (Enggak ada ongkos kirimnya ya?) si kakek seakan tahu uang yang diberikannya berlebih ” Dua juta sudah termasuk ongkos kirim” si pedagang yg cukup jujur memberikan lima puluh ribu ke kakek , ” mau di antar ke mana mbah?” (tiba-tiba panggilan kakek berubah menjadi mbah)
” Alhamdulillah, lewih (lebih) lima puluh ribu iso di tabung neh (bisa ditabung lagi)” kata si kakek sambil menerimanya ” tulung anterke ning deso cedak kono yo (tolong antar ke desa dekat itu ya),
sak sampene ning mburine (sesampainya di belakang) Masjid Baiturrohman,
takon ae umahe (tanya saja rumahnya) mbah Sutrimo pensiunan pegawe Pemda Pasir Mukti,
InsyaAllah bocah-bocah podo ngerti (InsyaAllah anak-anak sudah tahu).”

Setelah selesai bertransaksi dan membayar apa yang telah di sepakatinya, si kakek berjalan ke arah sebuah sepeda tua yang di sandarkan pada sebatang pohon pisang, tidak jauh dari X-Trail milikku.
Perlahan di angkat dari sandaran, kemudian dengan sigap di kayuhnya tetap dengan semangat.
Entah perasaan apa lagi yang dapat kurasakan saat itu, semuanya berbalik ke arah berlawanan dalam pandanganku. Kakek tua pensiunan pegawai Pemda yang hanya berkendara sepeda engkol,
sanggup membeli hewan Qurban yang terbaik untuk dirinya.
Aku tidak tahu persis berapa uang pensiunan PNS yang diterima setiap bulan oleh si kakek.
Yang aku tahu, di sekitar masjid Baiturrohman tidak ada rumah yang berdiri dengan mewah,
rata-rata penduduk sekitar desa Pasir Mukti hanya petani dan para pensiunan pegawai rendahan.
Yang pasti secara materi, sangatlah jauh di banding penghasilanku sebagai Manajer perusahaan swasta asing.Yang sanggup membeli rumah di kawasan cukup bergengsi

Yang sanggup membeli kendaraan roda empat yang harga ban-nya saja cukup membeli seekor kambing Mega Super, Yang sanggup mempunyai hobby berkendara moge (motor gede) dan memilikinya
Yang sanggup mengkoleksi “raket” hanya untuk olah-raga seminggu sekali
Yang sanggup juga membeli hewan Qurban dua ekor sapi sekaligus
Tapi apa yang aku pikirkan?
Aku hanya hendak membeli hewan Qurban yang jauh di bawah kemampuanku
yang harganya tidak lebih dari service rutin mobil X-Trail, kendaraanku di dunia fana.
Sementara untuk kendaraanku di akhirat kelak, aku berpikir seribu kali saat membelinya.

Ya Allah, Engkau yang Maha Membolak-balikan hati manusia
balikkan hati hambaMu yang tak pernah berSyukur ini
ke arah orang yang pandai menSyukuri nikmatMu

Kisah Tsabit Bin Ibrahim

Seorang lelaki yang saleh bernama Tsabit bin Ibrahim sedang berjalan di pinggiran kota Kufah. Tiba-tiba dia melihat sebuah apel jatuh ke luar pagar sebuah kebun buah-buahan. Melihat apel yang merah ranum itu tergeletak di tanah terbitlah air liur Tsabit, terlebih-lebih di hari yang sangat panas dan di tengah rasa lapar dan haus yang mendera. Maka tanpa berpikir panjang dipungut dan dimakannyalah buah apel yang terlihat sangat lezat itu. Akan tetapi baru setengahnya di makan dia teringat bahwa buah apel itu bukan miliknya dan dia belum mendapat ijin pemiliknya.

Maka ia segera pergi ke dalam kebun buah-buahan itu dengan maksud hendak menemui pemiliknya agar menghalalkan buah apel yang telah terlanjur dimakannya.

Di kebun itu ia bertemu dengan seorang lelaki. Maka langsung saja ia berkata, “Aku sudah memakan setengah dari buah apel ini. Aku berharap Anda menghalalkannya”. Orang itu menjawab, “Aku bukan pemilik kebun ini. Aku hanya khadamnya yang ditugaskan merawat dan mengurusi kebunnya”. Dengan nada menyesal Tsabit bertanya lagi, “Dimana rumah pemiliknya? Aku akan menemuinya dan minta agar dihalalkan apel yang telah kumakan ini.” Pengurus kebun itu memberitahukan, “Apabila engkau ingin pergi kesana maka engkau harus menempuh perjalanan sehari semalam”. Tsabit bin Ibrahim bertekad akan pergi menemui si pemilik kebun itu. Katanya kepada orangtua itu, “Tidak mengapa. Aku akan tetap pergi menemuinya, meskipun rumahnya jauh. Aku telah memakan apel yang tidak halal bagiku karena tanpa seijin pemiliknya. Bukankah Rasulullah Saw sudah memperingatkan kita lewat sabdanya : “Siapa yang tubuhnya tumbuh dari yang haram, maka ia lebih layak menjadi umpan api neraka.”

Tsabit pergi juga ke rumah pemilik kebun itu, dan setiba disana dia langsung mengetuk pintu. Setelah si pemilik rumah membukakan pintu, Tsabit langsung memberi salam dengan sopan, seraya berkata, “Wahai tuan yang pemurah, saya sudah terlanjur makan setengah dari buah apel tuan yang jatuh ke luar kebun tuan. Karena itu sudikah tuan menghalalkan apa yang sudah kumakan itu ?” Lelaki tua yang ada di hadapan Tsabit mengamatinya dengan cermat. Lalu dia berkata tiba-tiba, “Tidak, aku tidak bisa menghalalkannya kecuali dengan satu syarat.” Tsabit merasa khawatir dengan syarat itu karena takut ia tidak bisa memenuhinya. Maka segera ia bertanya, “Apa syarat itu tuan?” Orang itu menjawab, “Engkau harus mengawini putriku !” Tsabit bin Ibrahim tidak memahami apa maksud dan tujuan lelaki itu, maka dia berkata, “Apakah karena hanya aku makan setengah buah apelmu yang jatuh ke luar dari kebunmu, aku harus mengawini putrimu ?” Tetapi pemilik kebun itu tidak menggubris pertanyaan Tsabit. Ia malah menambahkan, katanya, “Sebelum pernikahan dimulai engkau harus tahu dulu kekurangan-kekurangan putriku itu. Dia seorang yang buta, bisu, dan tuli. Lebih dari itu ia juga seorang gadis yang lumpuh !” Tsabit amat terkejut dengan keterangan si pemilik kebun. Dia berpikir dalam hatinya, apakah perempuan semacam itu patut dia persunting sebagai isteri gara-gara ia memakan setengah buah apel yang tidak dihalalkan kepadanya? Kemudian pemilik kebun itu menyatakan lagi, “Selain syarat itu aku tidak bisa menghalalkan apa yang telah kau makan !” Namun Tsabit kemudian menjawab dengan mantap, “Aku akan menerima pinangannya dan perkawinannya. Aku telah bertekad akan mengadakan transaksi dengan Allah Rabbul ‘Alamin. Untuk itu aku akan memenuhi kewajiban-kewajiban dan hak-hakku kepadanya karena aku amat berharap Allah selalu meridhaiku dan mudah-mudahan aku dapat meningkatkan kebaikan-kebaikanku di sisi Allah Ta’ala”.

Maka pernikahanpun dilaksanakan. Pemilik kebun itu menghadirkan dua saksi yang akan menyaksikan akad nikah mereka. Sesudah perkawinan usai, Tsabit dipersilahkan masuk menemui istrinya. Sewaktu Tsabit hendak masuk kamar pengantin, dia berpikir akan tetap mengucapkan salam walaupun istrinya tuli dan bisu, karena bukankah malaikat Allah yang berkeliaran dalam rumahnya tentu tidak tuli dan bisu juga. Maka iapun mengucapkan salam, “Assalamu’alaikum….” Tak dinyana sama sekali wanita yang ada dihadapannya dan kini resmi menjadi istrinya itu menjawab salamnya dengan baik. Ketika Tsabit masuk hendak menghampiri wanita itu, dia mengulurkan tangan untuk menyambut tangannya. Sekali lagi Tsabit terkejut karena wanita yang kini menjadi istrinya itu menyambut uluran tangannya. Tsabit sempat terhentak menyaksikan kenyataan ini. “Kata ayahnya dia wanita tuli dan bisu tetapi ternyata dia menyambut salamnya dengan baik. Jika demikian berarti wanita yang ada di hadapanku ini dapat mendengar dan tidak bisu. Ayahnya juga mengatakan bahwa dia buta dan lumpuh tetapi ternyata dia menyambut kedatanganku dengan ramah dan mengulurkan tangan dengan mesra pula”, kata Tsabit dalam hatinya. Tsabit berpikir mengapa ayahnya menyampaikan berita-berita yang bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya ? Setelah Tsabit duduk disamping istrinya, dia bertanya, “Ayahmu mengatakan kepadaku bahwa engkau buta. Mengapa ?” Wanita itu kemudian berkata, “Ayahku benar, karena aku tidak pernah melihat apa-apa yang diharamkan Allah”. Tsabit bertanya lagi, “Ayahmu juga mengatakan bahwa engkau tuli. Mengapa?” Wanita itu menjawab, “Ayahku benar, karena aku tidak pernah mau mendengar berita dan cerita orang yang tidak membuat ridha Allah. Ayahku juga mengatakan kepadamu bahwa aku bisu dan lumpuh, bukan?” tanya wanita itu kepada Tsabit yang kini sah menjadi suaminya. Tsabit mengangguk perlahan mengiyakan pertanyaan istrinya. Selanjutnya wanita itu berkata, “aku dikatakan bisu karena dalam banyak hal aku hanya mengunakan lidahku untuk menyebut asma Allah Ta’ala saja. Aku juga dikatakan lumpuh karena kakiku tidak pernah pergi ke tempat-tempat yang bisa menimbulkan kegusaran Allah Ta’ala”.

Tsabit amat bahagia mendapatkan istri yang ternyata amat saleh dan wanita yang akan memelihara dirinya dan melindungi hak-haknya sebagai suami dengan baik. Dengan bangga ia berkata tentang istrinya, “Ketika kulihat wajahnya……Subhanallah, dia bagaikan bulan purnama di malam yang gelap”.

Tsabit dan istrinya yang salihah dan cantik rupawan itu hidup rukun dan berbahagia. Tidak lama kemudian mereka dikaruniai seorang putra yang ilmunya memancarkan hikmah ke penjuru dunia. Itulah Al Imam Abu Hanifah An Nu’man bin Tsabit.

Iman Ghazali dan Muridnya

Posted on by sigit setiawan (cerita Islam)

Suatu hari, Imam Al Ghozali berkumpul dengan murid-muridnya.
Lalu Imam Al Ghozali bertanya :
Pertama, “Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?”.
Murid-muridnya ada yang menjawab orang tua, guru, teman, dan kerabatnya. Imam Ghozali menjelaskan semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah “Mati”. Sebab itu sudah janji Allah SWT bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. (Ali Imran ;185)
Lalu Imam Ghozali meneruskan pertanyaan yang kedua. “Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?”.

Murid-muridnya ada yang menjawab negara Cina, bulan, matahari, dan bintang-bintang. Lalu Imam Ghozali menjelaskan bahwa semua jawaban yang mereka berikan adalah benar. Tapi yang paling benar adalah masa lalu. Bagaimanapun kita, apapun kendaraan kita, tetap kita tidak bisa kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.
Lalu Imam Ghozali meneruskan dengan pertanyaan yang ketiga. “Apa yang paling besar di dunia ini?”.

Murid-muridnya ada yang menjawab gunung, bumi, dan matahari. Semua jawaban itu benar kata Imam Ghozali. Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah “Nafsu” (Al A’Raf : 179). Maka kita harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka.
Pertanyaan keempat adalah, “Apa yang paling berat di dunia ini?”.
Ada yang menjawab baja, besi, dan gajah. Semua jawaban kalian benar, kata Imam Ghozali, tapi yang paling berat adalah “memegang AMANAH” (Al Ahzab : 72). Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi kalifah (pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT, sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak bisa memegang amanahnya.

Pertanyaan yang kelima adalah, “Apa yang paling ringan di dunia ini?”.
Ada yang menjawab kapas, angin, debu, dan daun-daunan. Semua itu benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling ringan di dunia ini adalah meninggalkan Solat. Gara-gara pekerjaan kita tinggalkan sholat, gara-gara meeting kita tinggalkan solat.
Lantas pertanyaan ke enam adalah, “Apakah yang paling tajam di dunia ini?”.
Murid-muridnya menjawab dengan serentak, pedang… Benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling tajam adalah “lidah manusia”. Karena melalui lidah, Manusia dengan gampangnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri

Senin, 04 Januari 2010

Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI)


Bagi anda yang sering bepergian ke luar negeri, pasti sudah tidak asing lagi mendengar istilah Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI), yaitu tempat pemeriksaan oleh Petugas Imigrasi terhadap penumpang yang akan berangkat ke luar negeri atau datang dari luar negeri baikWarga Negara Indonesia maupunWarga Negara Asing, Pemeriksaan tersebut meliputi kelengkapan Dokumen Perjalanan (Paspor) serta Pemeriksaan atau pengecekan yang berhubungan dengan Keimigrasian. Tempat Pemeriksaan Imigrasi di Indonesia tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, baik darat, laut dan udara. Tempat pemeriksaan Imigrasi berada di Bandar Udara Internasional, Pelabuhan Laut atau Daerah Perbatasan antara Indonesia dengan negara tetangga.

Dalam Pasal 1 ayat 4 Undang-undang Nomor : 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian dinyatakan Tempat Pemeriksaan Imigrasi adalah pelabuhan, bandar udara, atau tempat-tempat lain yang ditetapkan oleh Menteri sebagai tempat masuk atau keluar wilayah Indonesia.

Tempat Pemeriksaan Imigrasi dibentuk berdasarkan Peraturan Perundang-undangan, dan tidak semua Pelabuhan atau bandar udara ada Tempat Pemeriksaan Imigrasi dalam artian hanya Pelabuhan atau bandar udara atau perbatasan yang tercantum dalam peraturan yang ada Tempat Pemeriksaan Imigrasi.

Tempat Pemeriksaan Imigrasi berada di bandar udara atau pelabuhan Internasional serta daerah perbatasan dengan negara tetangga misalnya Kalimantan dengan serawak Malaysia. Tempat Pemeriksaan Imigrasi sangat penting untuk mengawasi lalu lintas orang dari dan ke luar negeri. Setiap orang yang akan berangkat ke luar negeri akan diberikan tanda bertolak yaitu tanda tertentu yang diterakan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi dalam surat perjalanan setiap orang yang akan meninggalkan wilayah Indonesia. Begitu juga untuk orang yang masuk ke wilayah Indonesia akan diterakan tanda tertentu pada surat perjalanannnya.

Setiap orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia wajib memiliki Surat Perjalanan, jadi orang yang tidak memiliki Surat perjalanan (paspor) tidak bisa keluar atau masuk wilayah Indonesia. Hal ini sesuai dengan Pasal 3 UU No. 9 tahun 1992 Tentang Keimigrasian : Setiap orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia wajib memiliki Surat Perjalanan. Dan dalam Pasal 5 ayat (1) dinyatakan : Setiap orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia wajib melalui pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan imigrasi.


Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusi RI No. : M.HH-02.GR.02.01 Tahun 2009 Tentang Tempat Pemeriksaan Imigrasi, terdiri dari :

Tempat Pemeriksaan Imigrasi : PELABUHAN
1. Sabang, di Sabang NAD
2. Malahayati, di Banda Aceh, NAD
3. Krueng Raya, di Banda Aceh, NAD
4. Lhokseumawe, di Lhokseumawe NAD
5. Kuala Langsa, di Langsa NAD
6. Belawan, di Medan SUMUT
7. Sibolga, di Sibolga, SUMUT
8. Gunung Sitoli, di Sibolga, SUMUT
9. Teluk Nibun, di Tanjung Balai Asahan SUMUT
10. Kuala Tanjun, di Tanjung Balai Asahan SUMUT
11. Teluk bayur, Padang SUMBAR
12. Yos Sudarso, Dumai, Riau
13. Pekanbaru, di Pekanbaru RIAU
14. Bagan Siapi-api, di Bagan Siapi-api, RIAU
15. Bengkalis, di Bengkalis, RIAU
16. Tembilahan, di Tembilahan, RIAU
17. Selat Panjang di Selat Panjang, RIAU
18. Sungai Guntung, di Tembilahan RIAU
19. Kuala Enok, di Tembilahan RIAU
20. Sri Bintan Pura, di Tanjung Pinang KEPRI
21. Sri Baintan, di Tanjung Pinang KEPRI
22. Tanjung Uban, di Tanjung Uban KEPRI
23. Bandar Bentan Telani Lagoi, di Tanjung Uban, KEPRI
24. Bandar Sri Udana Lobam, di Tanjung Uban, KEPRI
25. Tanjung Balai Karimun, di Tanjung balai Karimun, KEPRI
26. Belakang Padang, di Belakang padang KEPRI
27. Nongsa Terminal Bahari, di Batam, KEPRI
28. Kabil, di Batam KEPRI
29. Marina Teluk Senimba, di Batam KEPRI
30. Batam Centre, di Batam KEPRI
31. Citra Tritunas, di Batam KEPRI
32. Batu Ampar, di Batam, KEPRI
33. Sekupang, di Batam, KEPRI
34. Ranai, di Ranai KEPRI.
35. Tarempa, di Tarempa. KEPRI
36. Pulau Baai, di Bengkulu, Bengkulu
37. Panjang, di Panjang, Lampung
38. Palembang, di Palembang SUMSEL
39. Pangkal Balam, di Pangkal Pinang, Bangka Belitung
40. Tanjung Kelian, di Muntok, Bangka Belitung
41. Tanjung Gudang, di Belinyu, Bangka Belitung
42. Tanjung Pandan, di Tanjung Pandan, Bengka Belitung
43. Jambi, di Jambi, Jambi
44. Kuala Tungkal, di Kuala Tungkal, Jambi
45. Tanjung Priok, Jakarta, DKI Jakarta
46. Cirebon, di Cirebon, Jabar
47. Ciwandan, di Cilegon, Banten
48. Tanjung Mas, di Semarang Jateng
49. Cilacap, di Cilacap, Jateng
50. Tanjung Perak, di Surabaya, Jatim
51. Pasuruan, di Pasuruan Jatim
52. Probolinggo, di Probolinggo, Jatim
53. Besuki, di Besuki Jatim
54. Panarukan, di Panarukan, Jatim
55. Banyuwangi, di Banyuwangi, Jatim
56. Pontianak, di Pontianak, Kalbar
57. Singkawang, di Singkawang Kalbar
58. Pemangkat, di Singkawang, Kalbar
59. Sintete, di Singkawang, Kalbar
60. Tri Sakti, di Banjarmasin, Kalsel
61. Kota Baru, di Kota baru, Kalsel
62. Sampit, di Sampit, Kalteng
63. Balikpapan, di Balikpapan, Kaltim
64. Samarinda, di Samarinda, Kaltim
65. Tarakan, di Tarakan, Kaltim
66. Nunukan, di Nunukan, Kaltim
67. Manado, di Manado, Sulut
68. Marore, di Marore, Sulut
69. Mianggas, di Mianggas, Sulut
70. Tahuna, di Tahuna, Sulut
71. Bitung, di Bitung Sulut
72. Pantoloan, di Palu, Sulteng
73. Soekarno-Hatta, di Makasar, Sulsel
74. Pare-pare, di Pare-pare, Sulsel
75. Kendari, di Kendari, Sulawesi Tenggara
76. Buleleng, di Buleleng, Bali
77. Benoa, di Denpasar, Bali
78. Padang Bai, di Denpasar, Bali
79. Benete, di Mataram, NTB
80. Lembar, di Mataram, NTB
81. Tenau, di Kupang, NTT
82. Maumere, di Maumere, NTT
83. Ambon, di Ambon, Maluku
84. Ternate, di Ternate, Maluku Utara
85. Tual, di Tual, Maluku
86. Jayapura, di Jayapura, Papua
87. Biak, di Biak, Papua
88. Merauke, di Merauke Papua
89. Amamapare, Tembagapura, Papua
90. Sorong, di Sorong, Papua Barat.

Tempat Pemeriksaan Imigrasi : Di Bandar Udara
1. Sultan Iskandar Muda, di Banda Aceh, NAD
2. Maimun Saleh, di Sabang, NAD
3. Binaka, di Sibolga, Sumut
4. Polonia, di Medan, Sumut
5. Minangkabau, di Padang, Sumbar
6. Fatmawati Soekarno, di Bengkulu, Bengkulu
7. Kijang, di Tanjung Pinang, Kepri
8. Sultan Syarief Kasim II, di Pekanbaru, Riau
9. Hang Nadim, di batam, Kepri
10. Sultan Mahmud Badaruddin II, di Palembang, Sumsel
11. Belitung, di Tanjung Pandan, Bangka Belitung
12. Pangkal Pinang, di Pangkal Pinang, Bangka Belitung
13. Soekarno-Hatta, di Jakarta, DKI Jakarta
14. Halim Perdana Kusuma, di Jakarta, DKI Jakarta
15. Husein Sastranegara, di Bandung, Jabar
16. Ahmad Yani, di Semarang, Jateng
17. Adi Sumarno, di Surakarta, Jateng
18. Adi Sucipto, di Yogyakarta, DI Yogyakarta
19. Juanda, di Surabaya, Jatim
20. Supadio, di Pontianak, Kalbar
21. Sepinggan, di Balikpapan, Kaltim
22. Tarakan, di Tarakan, Kaltim
23. Sam Ratulangi, di Manado, Sulut
24. Hasanuddin, di Makasar, Sulsel
25. Ngurah Rai, di Denpasar, Bali
26. Selaparang, di Mataram, NTB
27. El Tari, di Kupang, NTT
28. Pattimura, di Ambon, Maluku
29. Sentani, di Jayapura, Papua
30. Jeffman, di Sorong, Papua Barat
31. Frans Kaisiepo, di Biak, Papua
32. Mopah, di Merauke, Papua
33. Timika, di Tembagapura, Papua Barat

Tempat Pemeriksaan Imigrasi : Tempat-Tempat Lain
1. Entikong, di Entikong, Kalbar
2. Mato'ain, di Atambua, NTT
3. Metameuk, di Atambua, NTT
4. Napan, di Atambua, NTT
5. Skou, di Jayapura, Papua.

Inilah sedikit gambaran mengenai Tempat Pemeriksaan Imigrasi dan semoga tulisan bermanfaat dan berguna bagi pembaca untuk lebih mengenal apa itu Tempat Pemeriksaan Imigrasi.




Minggu, 03 Januari 2010

Tempoyak


Siapa yang tidak kenal Durian, semua orang pasti menyukai buah yang kulitnya berduri ini. Durian dengan daging buahnya yang tebal dan aromanya yang wangi banyak memikat perhatian orang untuk mencicipinya. Tapi tahukah anda bahwa durian juga dapat diolah menjadi lempuk atau dodol durian serta makanan lainnya.

Di kota Bengkulu kota kelahiran saya, selain dimakan sebagai buah segar juga diolah menjadi lempuk yang rasanya enak dan empuk atau dibuat dodol durian atau makanan lainnya. Durian juga dioleh menjadi Tempoyak. Pasti pembaca sudah ada yang tahu apa itu Tempoyak dan tiap daerah punya nama sendiri untuk menyebut durian yang diasamkan (didiamkan beberapa hari). Tempoyak terdiri dari daging buah durian tanpa biji dan diasamkan, warnanya kuning keemasan seperti mentega dan baunya agak berbeda dari wangi durian dan rasanya seperti buah durian cuma agak asam sedikit (Buah durian yang terlalu matang).

Tempoyak banyak di jual di pasar-pasar tradisional Bengkulu dan mudah didapat, apalagi bila musim durian tiba. Tempoyak diolah menjadi masakan yang nikmat dan gurih biasanya dipadukan dengan ikan atau udang. Tempoyak dapat juga dibuat sambal atau untuk pepes ikan.

Tempoyak dimasak bersama santan lalu ditambah bumbu serta cabe merah, setalah agak matang baru dicampur dengan goreng ikan atau udang. Wah jika kita mencobanya rasanya nikmat sekali karena perpaduan buah durian dan santan kelapa serta cabe merah. Tiba di lidah rasanya gurih dan pedas.

Tempoyak memang menjadi masakan yang pasti ada di Keluarga Bengkulu, karena rasanya tidak lengkap kita tidak memasak tempoyak untuk makan siang atau malam ketika musim durian tiba. Tempoyak memang rasanya unik dan merupakan bahan untuk masakan baik rasanya pedas atau agak pedas. Cobalah datang ke Kota Bengkulu, selain anda di sambut oleh keindahan alamnya dan kelezatan masakan asli bengkulu serta berbagai suvenir yang mudah didapat. Dan yang jelas jangan lupa mencicipi masakan Tempoyaknya dijamin ketagihan.
----------
------
---


Cinta Tak Memandang

C i n t a ...., siapa yang tak mengenal kata cinta. Kata cinta memiliki arti yang sangat dalam dan memberi kesan yang indah bagi siapapun yang mengalaminya. Cinta tak berarti harus memiliki yang maknanya bagi kita. Cinta adalah curahan hati dari seseorang kepada orang lain yang berwujud kasih sayang, dapat berupa kasih sayang antara dua insan berlain jenis atau kasih sayang bapak kepada anak dan sebagainya. Cinta memang memiliki arti yang luas dan tidak saja milik manusia. Cinta telah ada sejak manusia tinggal di planet ini.

Siapa yang tidak memilki cinta, semua orang pasti memiliki dan mengalaminya. Kadar cinta memang berbeda-beda tergantung dari apa yang kita perbuat untuknya. Cinta milik siapa saja dan untuk siapa saja. Cinta tak mengenal harta, kedudukan, tua, muda dan siapa dia. Cinta bisa datang kapan saja dan bisa pergi kapanpun ia mau. Cinta adalah misteri yang sulit diungkap dan hanya hati kita saja yang tahu, jika kita mengalaminya.

Cinta tak terbatas dengan waktu, keadaan dan semua faktor yang menghambatnya. Cinta akan memdatangimu, meskipun memerlukan waktu lama dan sulit. Cinta memang tak terbatas dan tak mengenal apa dinamakan kaya, miskin, laki-laki, perempuan, siang dan malam. Cinta terus merayap menelusuri hidup kita. Cinta tak berpantang dan datang seiring hembusan angin yang sejuk dan menyenangkan.

Berbicara kata cinta memang kedengarannya indah, dan terasa sekali kesan yang timbul jika kita mendapatkannya. Cinta memang hal yang patut kita syukuri dan kita nikmati. Cinta datang hati menjadi senang, tetapi dibalik cinta justru menyimpan sebuah kisah yang patut kita ketahui sebab cinta adalah misteri. Apakah cinta telah membuat kita semua bahagia ?, coba anda jawab sendiri. Dari pertanyaan ini kita mendapat jawaban yang beragam. Memang pantas jika cinta merupakan suatu misteri yang perlu diungkap.

Cinta tak memandang siapapun, itulah inti tulisan ini. Mungkin pembaca bertanya apa maksudnya. Cinta itu datang kapanpun dan pada siapapun ia akan datang tak mengenal ia siapa. Cinta itu memang unik dan pelik, karena selain menyimpan kebahagiaan juga menyimpan kesedihan. Coba lihat orang yang jatuh cinta, pasti hatinya berbunga-bunga dan bahagia. Tapi coba lihat orang putus cinta ia akan sedih dan murung.

Cinta dapat jatuh pada siapa saja baik ia kaya, miskin, tua, muda, punya jabatan atau tidak, sejenis ataupun lain jenis. Cinta tidak mengenal semau itu. Cinta berperan sebagai jembatan yang menyambung hati seseorang terhadap orang lain, ia merupakan curahan yang tersalur dari hati ke hati. Orang kaya bisa saja jatuh cinta kepada orang miskin, yang tua bisa saja jatuh cinta pada yang muda dan lelaki kepada perempuan atau lelaki kepada lelaki atau sebaliknya. Cinta belum tentu semuanya indah bagi yang mengalaminya karena didalamnya juga mengandung sebuah konflik yang bisa meledak kapanpun. Cinta indah untuk dikenang dan sakit jika kita mengingat akibat dari cinta yang bertepuk sebelah tangan.

Kita paham bahwa semua yang indah itu belum tentu menyimpan sesuatu yang indah, ia juga menyimpan sesuatu yang menyakitkan untuk kita. Cinta berbalas dan cinta tak berbalas, akankah kita terlena dibuatnya. Kita harus sadar dan ingat suatu anugerah cinta itu memang indah tapi kita juga harus tahu akibat dari cinta tersebut. Cinta kadang memilukan bagi suatu pasangan hidup karena adanya perbedaan. Kisah cinta tak jarang membuat kita terlena dan terbuai angan-angan. Siapa yang tidak tahu kisah cinta Romi dan juliet, atau kisah cinta lain yang berakhir tragis demi sesuatu yang namanya cinta. Cinta tak perlu diperdebatkan, karena ia memang akan hadir dihati kita....
---------
------
---